Tulisan ini menyajikan kerangka teori alternatif untuk menjelaskan politik klientelisme baru dan dilema demokratisasi di Indonesiapada tahun 1998.Tulisan ini ditulis berdasarkan data primer dalam penelitian Hasrul Hanif dan Rochdi N. Mohan dengan judul “Partai Politik dan Kedermawanan Sosial: Filantropi, Klientelisme, dan Politik Kepartaian di Indonesia”. Narasumber atau informan utama dalam penelitian tersebut merupakan para aktivis Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) PKS Kota Yogyakarta, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta, dan aktivis Organisasi non pemerintah ORNOP.

Sub judul yang dipaparkan dalam tulisan yang berjudul “Politik Klientelisme Baru dan Dilema Demokratisasi di Indonesia” oleh Hasrul Hanif dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volume 12, Nomor 3, Matret 2009 (257-390) ISSN 1410-4946 yaitu runtuhnya klientelisme politik di era demokrasi?, pola klientelisme dan partai politik, berkembangnya partai politik sebagai patron baru, politik transaksi dan negosiasi klien dan demokratisasi dan transformasi klientelisme di Indonesia.

Tulisan ini berupaya untuk menentukan lebih jauh tentang pengaruh proses demokratisasi di Indonesia terhadap praktik politik klientelistik. Tulisan ini mempelajari secara komprehensif terkait aktivitas kedermawanan sosial Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di wilayah Yogyakarta. Tulisan ini menekankan kajian pada PKS sebagai salah satu partai politik di Indonesia dengan aktivitas yang sangat sering dalam menginisiasi aktivitas kedermawanan sosial dengan desain kelembagaan dan jaringan yang lebih terlembaga dalam mengelola aktivitas kedermawanan sosial di Indonesia.

Menurut Hopkin (2006b) dibandingkan dengan Eisenstadt & Roniger (1980), klientelisme politik digambarkan sebagai distribusi keuntungan-keuntungan yang terseleksi kepada individu atau kelompok yang teridentifikasi secara jelas yang akan ditukar dengan dukungan politik dari penerimanya. Menurut Saya pribadi, klientelisme politik mengacu pada praktik pemberian pertolongan pribadi seperti pekerjaan, kontrak, dukungan kesejahteraan, uang, dan sebagainya dengan imbalan dukungan pemilihan.

Tulisan ini menyebutkan dua elemen penting yang melekat dalam aktivitas klientelisme yaitu resiprositas atau tipe pertukaran dari sebuah hubungan dan adanya ketidaksetaraan. Menurut Jamess Scott (dalam Erawan, 2008) aktivitas klientelisme akan hadir dan menguat disebabkan oleh beberapa sebab berikut ini: (1) sumberdaya penting dikelola dan dikontrol oleh kelompok tertentu di dalam masyarakat. (2) Sang patron secara sangat kuat meminta atau mensyaratkan adanya layanan balik yang bisa disediakan oleh klien. (3) Kelompok-kelompok klien secara keseluruhan akan dicegah untuk bisa memperoleh akses terhadap sumberdaya yang dikontrol oleh kelompok patron. (4) Tiadanya sebuah etika alokasi publik yang diimplementasikan secara efektif. Tulisan ini juga memaparkan perbedaan antara klientelisme lama dengan yang baru (Hopkin, 2006a: 407). Pertama, pola hubungan mereka sudah tidak terlalu hirarkis dan mulai lebih demokratis. Kedua, sebagai efek dari pola hubungan yang tidak lagi hirarkis dan personal. Dalam tulisan yang berjudul “Politik Klientelisme Baru dan Dilema Demokratisasi di Indonesia” disebutkan bahwa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengukuhkan berbagai aktivitas kedermawanan sosial yang bersifat langsung melalui berbagai bentuk dengan tujuan utama berikut: (1) untuk mendorong perubahan budaya serta strategi politik yang terdapat dalam kehidupan politik Indonesia pasca reformasi agar bisa didorong menjadi lebih damai di Indonesia. (2) Menginisiasi pendidikan politik yang lebih baik dan menguntungkan untuk masyarakat dibandingkan politik uang. (3) Memberikan sokongan yang bersifat komplementer kepada Negara yang memiliki keterbatasan dalam menyediakan layanan sosial untuk warga. Sumber pembiayaan aktivitas kedermawanan sosial PKS yaitu: (1) kader PKS yang menduduki jabatan anggota dewan. (2) Sumbangan aktif dari setiap kader PKS baik yang berbentuk langsung dan tidak langsung. (3) Sumbangan simpatisan partai atau masyarakat luas.